Perbedaan Tsunami Jepang dan Tsunami Aceh

PERBEDAAN TSUNAMI JEPANG DAN TSUNAMI ACEH
disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Pendidikan Kebencanaan (2)
Dosen Pengampu: 1. Wahyu Setyaningsih, S.T, M.T
      2. Dr. Erni Suharini, M.Si



Oleh:
Muhamad Teguh         (3201414094)
Rizqi Laila Inayati      (3201414098)


JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016



BAB I

KAJIAN PUTAKA
A.    Pengertian Tsunami
Tsunami (berasal dari Bahasa Jepang:  Tsu = pelabuhan, Nami = gelombang, secara harafiah berarti “ombak besar di pelabuhan”) yang artinya adalah perpindahan badan air  atau gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba (Pond and Pickard, 1983) atau dalam arah horizontal (Tanioka and Satake, 1995).
Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami. Geologi, geografi, dan oseanografi pada masa lalu menyebut tsunami sebagai “gelombang laut seismik”.
Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter di atas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.

Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia. Bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan beberapa pulau dapat tenggelam.
B.     Penyebab  Tsunami
1.      Skema terjadinya tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadinya gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air atau ombak raksasa, letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana gelombang terjadi, yang kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.





BAB II
 PEMBAHASAN

A.    Gempa Bumi dan tsunami Sendai 2011

Tanggal                       14:46:23, 11 Maret 2011 (UTC+9)
Lama                           5 menit
Kekuatan                     9,0  MW
Kedalaman                  24.4 km (15.2 mil)
Episentrum                  38,322°LU 142,369°BTKoordinat: 38,322°LU 142,369°BT
Jenis gempa bumi        dorongan kuat
Wilayah bencana         Jepang (utama)
Kerugian                     Banjir, tanah longsor, kebakaran, kerusakan bangunan dan infrastruktur, bencana nuklir
Kecepatan puncak       0,35 g
Tsunami                       Ya lebih dari 10 meter
Tanah longsor              Ya
Gempa susulan            1235 (63 di atas 6,0 MW)
Korban                                    15.269 tewas, 5.363 luka dan 8.526 hilang
Gempa Bumi dan tsunami Sendai 2011 adalah sebuah gempa Bumi dorongan kuat berkekuatan 9,0 yang mengakibatkan gelombang tsunami setinggi 10 metre (33 ft). Gempa ini berkekuatan 7 berdasarkan skala intensitas seismik Badan Meteorologi Jepang di utara Prefektur Miyagi, Jepang. Laporan awal menyatakan kekuatan sebesar 7,9, sementara peringatan tsunami JMA menyebutkan 8,4, dan akhirnya 9,0. Fokus gempa Bumi dilaporkan berada di lepas pantai Semenanjung Oshika, pantai timur Tōhoku pada 11 Maret 2011, pukul 05:46 UTC (14:46 waktu setempat) pada kedalaman 24.4 kilometre (15.2 mil).[9] Laporan Japanese National Police Agency (JNPA) menyatakan bahwa 15.269 tewas dan 8.526 lainnya hilang di enam prefektur, meski dikhawatirkan jumlah korban tewas jauh lebih tinggi.
Kekuatan 9,0 menjadikan gempa ini sebagai gempa terbesar yang mengguncang Jepang sepanjang sejarah dan satu dari empat gempa terbesar di dunia sejak pencatatan gempa modern dimulai. Gempa ini dianggap sebagai yang terbesar yang mengguncang Jepang dalam 1.200 tahun terakhir.





Gempa Bumi
Gempa utama didahului oleh serangkaian gempa awal dengan kekuatan 7,2 MW pada 9 Maret yang terletak 40 kilometer (25 mil) dari zona gempa 11 Maret, dan diikuti oleh tiga gempa lainnya pada hari yang sama di atas 6 MW. Satu menit sebelum gempa, Peringatan Awal Gempa Bumi yang terhubung dengan sekitar 1.000 seismometer di Jepang mengirimkan peringatan di televisi mengenai gempa selanjutnya kepada jutaan orang. Hal ini diduga telah menyelamatkan banyak jiwa.
Gempa terjadi di sebelah barat Samudera Pasifik, 130 kilometer (81 mil) di timur Sendai, Honshu, Jepang. Episenternya terletak 373 kilometer (232 mil) dari Tokyo, menurut United States Geological Survey (USGS). Beberapa gempa susulan dilaporkan setelah gempa awal sebesar M8,9 pukul 14:46 waktu setempat. Gempa susulan sebesar 7,0 terjadi pukul 15:06 waktu setempat, M7,4 pukul 15:15 waktu setempat dan M7,2 pukul 15:26 waktu setempat. Lebih dari seratus gempa susulan berkekuatan 4,5 atau lebih besar terjadi sejak gempa pertama.
Awalnya dilaporkan berkekuatan 7,9 oleh USGS, magnitudo gempa langsung dinaikkan hingga 8,8 dan 8,9 , dan akhirnya 9,0 atau 9,1. Gempa ini terjadi di Palung Jepang, tempat subduksi Lempeng Pasifik di bawah Lempeng Amerika Utara. Gempa sebesar ini biasanya memiliki retakan sepanjang 480 kilometer (300 mil) dan memerlukan jalur patahan yang relatif lurus. Karena pinggiran lempeng dan zona subduksi di kawasan ini tidak terlalu lurus, gempa di daerah ini dapat mencapai 8 hingga 8,5, dan magnitudo gempa ini mengejutkan bagi sejumlah seismolog. Kawasan hiposenter gempa ini memanjang dari lepas pantai Prefektur Iwate hingga Ibaraki. Badan Meteorologi Jepang mengatakan bahwa gempa ini mungkin meretakkan zona patahan dari Iwate hingga Ibaraki dengan panjang 400 kilometer (250 mil) dan lebar 200 kilometer (120 mil).[22] Diduga bahwa gempa ini memiliki mekanisme yang sama seperti gempa besar lain tahun 869 yang juga mengakibatkan tsunami besar.

Gempa ini menempati tingkat maksimum 7 pada skala intensitas seismik Badan Meteorologi Jepang di Kurihara, Prefektur Miyagi. Tiga prefektur lain—Fukushima, Ibaraki dan Tochigi—mencatat tingkat 6 atas pada skala JMA. Stasiun seismik di Iwate, Gunma, Saitama dan Prefektur Chiba mencatat tingkat 6 bawah di kawasan itu dan tingkat 5 atas di Tokyo.
Sebuah gempa berkekuatan 6,7 menurut JMA terjad pukul 18:59 UTC< 11 Maret (03:59, 12 Maret waktu lokal). Hiposenternya terletak di Prefektur Niigata pada kedalaman 10 kilometer (6.2 mil). Gempa ini tercatat pada tingkat 6 atas menurut skala intensitas JMA di Prefektur Nagano dan 6 bawah di Niigata.

Tsuna
Gempa ini menimbulkan peringatan tsunami untuk pantai Pasifik Jepang dan sedikitnya 20 negara, termasuk seluruh pantai Pasifik Amerika dari Alaska ke Chili Peringatan tsunami yang dikeluarkan oleh Jepang adalah yang paling serius dalam skala peringatannya dengan tinggi gelombang diperkirakan mencapai 10 meter (33 ft). Menurut kantor berita Kyodo, gelombang tinggi terlihat di Bandar Udara Sendai pukul 3:55 sore JST yang berada dekat pesisir prefektur Miyagi dengan gelombang yang mampu memindahkan kendaraan dan membanjiri banyak bangunan ketika masuk ke daratan. Kantor berita Kyodo melaporkan tsunami setinggi empat meter (13 ft) menerjang Prefektur Iwate di Jepang. Gelombang setinggi 0.5-meter (20 in) menerjang pantai utara Jepang. Laporan menyebutkan bahwa dinding air lebih tinggi dari sejumlah pulau di Pasifik dan bahaya tsunami memunculkan peringatan untuk hampir seluruh daerah di Samudra Pasifik.
United States West Coast and Alaska Tsunami Warning Center mengeluarkan peringatan tsunami untuk wilayah pesisir California dan Oregon dari Point Conception, California hingga perbatasan Oregon-Washington. Penduduk di Seaside dan Astoria, Oregon diberitahu melalui panggilan mundur 911 dan sirene pada jam-jam pagi untuk mengevakuasi wilayah rendah; sekolah negeri ditutup pada hari itu.
Ketika tsunami menghantam Guam, dua kapal selam AS ditarik dari penjangkarannya dan segera ditarik dengan bantuan kabel. Tsunami setinggi 2 meter menghantam sebagian Hawaii dengan gelombang mencapai 30 meter ke daratan di sisi selatan Big Island, namun tidak ada kerusakan yang dilaporkan.
Tokyo Broadcasting System (TBS) dan Japanese National Police Agency telah mengkonfirmasi 15.269 tewas, 5.363 luka dan 8.526 hilang di enam prefektur. Pada pukul 09:30 11 Maret UTC, Google Person Finder, yang sebelumnya digunakan pada gempa Bumi Haiti, Chili, dan Christchurch, mengumpulkan informasi mengenai korban selamat dan lokasi mereka saat ini. Dikonfirmasi bahwa dua kereta penumpang dengan jumlah penumpang yang tidak diketahui menghilang di daerah pantai selama bencana tsunami. Selain itu, sebuah kapal yang mengangkut 100 orang terbawa oleh tsunami. Keadaan kapal saat ini belum diketahui.
Infrastruktur
Dampak dari gempa meliputi kebakaran di sebuah bangunan di Pelabuhan Tokyo dengan sebagian wilayah pelabuhan banjir, temrasuk pencairan tanah di lapangan parkir Tokyo Disneyland. Layanan kereta peluru Shinkansen dihentikan di dalam dan luar Tokyo meski tidak terjadi kecelakaan; Bandar Udara Internasional Narita dan Bandar Udara Haneda menghentikan operasi setelah gempa, dengan sebagian besar penerbangan dialihkan ke bandara lain sampai pemberitahuan selanjutnya. Berbagai jasa kereta api di seluruh Jepang dibatalkan, termasuk JR East yang menghentikan semua layanan pada hari itu.
Menurut Tohoku Electric, sekitar 4,4 juta rumah di timur laut Jepang mengalami pemadaman listrik. Sejumlah pembangkit listrik tenaga nuklir dan konvensional dimatikan setelah gempa.
a.       Kebakaran di kilang minyak Cosmo Oil di Ichihara
Sebuah kilang minyak milik Cosmo Oil Company terbakar akibat gempa di Ichihara, Prefektur Chiba di timur Tokyo.
b.      Jaringan transportasi Jepang juga terkena dampaknya. Banyak bagian jalan ekspres Tohoku yang melayani wilayah utara Jepang rusak. Sebagian besar layanan kereta dihentikan di Tokyo dengan 20.000 orang terjebak di stasiun-stasiun besar di seluruh Tokyo. Beberapa jam setelah gempa, beberapa layanan kereta dilanjutkan.
c.       Kebakaran dilaporkan terjadi di seluruh kota Kesennuma, Jepang.
Pembangkit listrik tenaga nuklir
Sistem pendingin pembangkit nuklir Fukushima rusak dan beroperasi dengan tenaga baterai cadangan. Keadaan darurat nuklir telah diumumkan untuk daerah itu oleh pemerintah Jepang. PLTN Onagawa, Fukushima I, Fukushima II dan Tōkai secara otomatis padam setelah gempa. PLTN Higashidōri yang juga terletak di pantai timur laut telah dipadamkan untuk pengecekan rutin.
Instalasi pemrosesan nuklir Rokkasho dioperasikan melalui generator diesel darurat. Secara terpisah, sebuah kebakaran terjadi di pembangkit Onagawa. Kebakaran ini terjadi di bangunan yang berisi turbin dan berada terpisah dari reaktor pembangkit listrik.
Fukushima
Menurut Associated Press Jepang telah mengumumkan keadaan darurat setelah kegagalan sistem pendingin di PLTN Fukushima I. Pejabat mengatakan tidak ada kebocoran radiasi atau bahan radioaktif. Satu fasilitas di Fukushima mengalami kesalahan mekanis pada sistem pendingin reaktor setelah dipadamkan dan suplai tenaga darurat gagal, namun tidak ada kebocoran radiasi. Lewat tengah malam waktu setempat, dilaporkan bahwa The Tokyo Electric Power Company mempertimbangkan untuk mengeluarkan gas superpanas dari reaktor ke atmosfer yang dapat mengakibatkan keluarnya radioaktif. Inti reaktor masih panas sehingga pendinginan masih diperlukan. Seorang pejabat Japanese Nuclear and Industrial Safety Agency melaporkan bahwa karena ketiadaan listrik, sistem pendingin darurat saat ini dioperasikan dengan baterai yang bertahan selama delapan jam. Enam baterai lain telah diamankan dan pemerintah dapat menggunakan helikopter militer untuk menerbangkannya. Keadaan darurat telah diumumkan sebagai tindakan pencegahan. Lebih dari 2.000 penduduk yang menetap pada radius 3-kilometer (1.9 mil) dari pembangkit listrik nuklir dievakuasi, sementara penduduk yang menetap di zona 3 to 10 kilometer (1.9 to 6.2 mil) diminta untuk mengungsi. Pejabat Jepang telah mengumumkan keinginan mereka untuk mengeluarkan gas "sedikit radioaktif" untuk menyeimbangkan tekanan di dalam reaktor.







Tragedi Tsunami Aceh


Peristiwa yang sangat memilukan terjadi di bumi serambi Mekkah Aceh. Gempa bumi dan Tsunami Aceh pada hari Minggu pagi, 26 Desember 2004. Kurang lebih 500.000 nyawa melayang dalam sekejab di seluruh tepian dunia yang berbatasan langsung dengan samudra Hindia. Di daerah Aceh merupakan korban jiwa terbesar di dunia dan ribuan banguan hancur lebur, ribuan pula mayat hilang dan tidak di temukan dan ribuan pula mayat yang di kuburkan secara masal.
Gempa terjadi pada waktu tepatnya jam 7:58:53 WIB. Pusat gempa terletak pada bujur 3.316° N 95.854° E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa Bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.
Kepanikan ini terjadi dalam durasi yang tercatat paling lama dalam sejarah kegempaan bumi, yaitu sekitar 500-600 detik (sekitar 10 menit). Beberapa pakar gempa mengatakan menganalogikan kekuatan gempa ini, mampu membuat seluruh bola Bumi bergetar dengan amplitude getaran diatas 1 cm. Gempa yang berpusat di tengah samudera Indonesia ini, juga memicu beberapa gempa bumi diberbagai tempat didunia.
Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8 negara. Ombak tsunami setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan kematian terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian terbesar. Kekuatan gempa pada awalnya dilaporkan mencapai magnitude 9.0. Pada Februari 2005 dilaporkan gempa berkekuatan magnitude 9.3.
Meskipun Pacific Tsunami Warning Center telah menyetujui angka tersebut. Namun, United States Geological Survey menetapkan magnitude 9.2. atau bila menggunakan satuan seismik momen (Mw) sebesar 9.3.
Kecepatan rupture diperkirakan sebesar 2.5km/detik ke arah antara utara - barat laut dengan panjang antara 1200 hingga 1300 km. Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara (hingga minggu 2/1/2005) mencapai 127.672 orang. Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena masih banyak daerah yang terisolir.
Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh.
Menurut U.S. Geological Survey korban tewas mencapai 283.100, 14.000 orang hilang dan 1,126,900 kehilangan tempat tinggal. Menurut PBB, korban 229.826 orang hilang dan 186.983 tewas. Tsunami Samudra Hindia menjadi gempa dan Tsunami terburuk 10 tahun terakhir.
Di Indonesia, gempa dan tsunami menelan lebih dari 126.000 korban jiwa. Puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatera. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tetapi, kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam pantai barat Aceh.
Pemerintahan daerah Aceh lumpuh total, saat terjadi gempa bumi dan Tsunami Aceh, kebetulan di Jakarta sendiri sedang di adakan acara Halal Bi Halal masyarakat Aceh pasca menyambut lebaran Idul Fitri. Gempa Bumi yang terjadi pada jam 08:00 WIB dengan 9 Skala Richter Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa Bumi dahsyat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Tepat jam 09:00 WIB satu persatu masyarakat Aceh yang hadir di Istora Jakarta panik karena hubungan telepon seluler ke Aceh putus total, mata mereka pada berkaca-kaca.






BAB III
KESIMPULAN

Kedahsyatan gempa dan tsunami yang melanda Jepang tersebut sampai telah merenggut 2000 jiwa, Kejadian Gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang ini mengingatkan kepada kejadian yang sama yang terjadi di Aceh, gempa yang terjadi skalanya hampir sama dan kedahsyatan tsunaminya juga tidak jauh berbeda, jumlah manusia yang menjadi korban jauh berbeda. Korban 2000 jiwa yang terjadi di Jepang adalah angka kematian yang luar biasa untuk sebuah bencana yang membuat siapapun yang mengetahuinya layak berduka. Tapi kalau dibandingkan dengan jumlah korban di Aceh yang mencapai angka 200.000 jiwa lebih, jumlah kematian terbesar akibat bencana sepanjang sejarah umat manusia, sejak manusia mengenal baca tulis, dahsyatnya angka kematian sebesar 2000 jiwa itu, jadi terlihat tidak ada apa-apanya jika bandingkan dengan Aceh, secara jumlah dan kepadatan penduduk, Jepang jelas lebih tinggi. Akibat tsunami,Aceh yang berpenduduk 4,2 juta jiwa kehilangan 5% warganya, bayangkan kalau Jepang yang berpenduduk 127.560.000 jiwa kehilangan penduduk dengan skala sebesar ini, setidaknya ada 6.500.000 jiwa yang akan meregang nyawa. dibandingkan Aceh, Jepang memang jauh lebih siap menghadapi gempa dan tsunami, sebab Jepang memang sangat sadar mereka hidup di tempat yang memang sangat rawan gempa dan tsunami. Untuk itu mereka memanfaatkan segala daya upaya, baik itu melatih kebiasaan warga, sampai menciptakan berbagai teknologi yang bisa meminimalisir dampak bencana semacam ini.
Contohnya bagaimana gempa paling dahsyat dalam kurun waktu 140 tahun terakhir di Jepang itu tidak membuat gedung- gedung pencakar langit di negara itu, baik itu di Tokyo ataupun di kota-kota lain roboh secara signifikan. Bandingkan dengan gempa tahun 2006 yang meluluh lantakkan Jogja dan sekitarnya, padahal skalanya 'cuma' 5,9 skala richter jauh lebih kecil daripada gempa 8,9 skala richter yang terjadi di Jepang ini, yang skalanya sudah mendekati gempa yang memicu terjadinya tsunami di Aceh. Atau bandingkan pula dengan gempa yang berkekuatan 7,0 skala Richter yang memporakporandakan Haiti, Januari 2010 silam.
Di samping teknologi bangunan yang tahan gempa, Jepang juga tidak alpa menyiapkan mental rakyatnya dalam menghadapi bencana gempa. Warga Jepang telah terlatih menghadapi gempa. Meski guncangan gempa begitu hebat, warganya sambil memakai helm berbaris rapi dan tertib, tidak panik, tidak berdesak-desakan keluar dari gedung. Sadar bahwa negaranya selalu diguncang gempa, Pemerintah Jepang selalu memberikan pelatihan rutin bagi warga dalam menghadapi bencana itu.


Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGINDERAAN JAUH: kelebihan dan kekurangan penginderaan jauh dan satelit penginderaan jauh

Persebaran Fauna Zona Oriental

makalah BIOGEOGRAFI: persebaran fauna zona paleartik