Perbedaan Tsunami Jepang dan Tsunami Aceh
PERBEDAAN TSUNAMI JEPANG DAN
TSUNAMI ACEH
disusun
untuk memenuhi tugas
Mata
Kuliah: Pendidikan Kebencanaan (2)
Dosen
Pengampu: 1. Wahyu Setyaningsih, S.T, M.T
2. Dr. Erni Suharini, M.Si
Oleh:
Muhamad
Teguh (3201414094)
Rizqi
Laila Inayati (3201414098)
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
BAB I
KAJIAN PUTAKA
A.
Pengertian Tsunami
Tsunami
(berasal dari Bahasa Jepang: Tsu = pelabuhan, Nami = gelombang, secara
harafiah berarti “ombak besar di pelabuhan”) yang artinya adalah perpindahan
badan air atau gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan
impulsif. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk
dasar laut yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan
tiba-tiba (Pond and Pickard, 1983) atau dalam arah horizontal (Tanioka and
Satake, 1995).
Perubahan
permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah
laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman
meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang
dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan
kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan
500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian
gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak
terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai,
kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun
ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang
Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan
korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air
maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Dampak
negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya.
Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta
menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air
bersih.
Sejarawan
Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan
gempa bawah laut. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab
tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami
penyebab tsunami. Geologi, geografi, dan oseanografi pada masa lalu menyebut
tsunami sebagai “gelombang laut seismik”.
Beberapa
kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai
yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter di atas
gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai
tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan.
Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah
di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC)
yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini.
Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami
Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia. Bukti-bukti historis
menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan beberapa
pulau dapat tenggelam.
B.
Penyebab Tsunami
1.
Skema terjadinya tsunami
Tsunami
dapat terjadi jika terjadinya gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah
besar air atau ombak raksasa, letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun
meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah
laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus,
misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan
vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara
tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya.
Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di
pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan
gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana gelombang terjadi, yang
kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai
pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat
merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami
hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi
gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat
mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai
dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi
juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke
bawah lempeng benua.
Tanah
longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan
gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan
gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara
tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu.
Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika
ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang
tingginya mencapai ratusan meter.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Gempa
Bumi dan tsunami Sendai 2011
Tanggal 14:46:23, 11 Maret 2011
(UTC+9)
Lama 5 menit
Kekuatan 9,0 MW
Kedalaman 24.4 km (15.2 mil)
Episentrum 38,322°LU 142,369°BTKoordinat:
38,322°LU 142,369°BT
Jenis
gempa bumi dorongan kuat
Wilayah
bencana Jepang (utama)
Kerugian Banjir, tanah longsor,
kebakaran, kerusakan bangunan dan infrastruktur, bencana nuklir
Kecepatan
puncak 0,35 g
Tsunami Ya lebih dari 10 meter
Tanah
longsor Ya
Gempa
susulan 1235 (63 di atas
6,0 MW)
Korban 15.269
tewas, 5.363 luka dan 8.526 hilang
Gempa
Bumi dan tsunami Sendai 2011 adalah sebuah gempa Bumi dorongan kuat berkekuatan
9,0 yang mengakibatkan gelombang tsunami setinggi 10 metre (33 ft). Gempa
ini berkekuatan 7 berdasarkan skala intensitas seismik Badan Meteorologi Jepang
di utara Prefektur Miyagi, Jepang. Laporan awal menyatakan kekuatan sebesar
7,9, sementara peringatan tsunami JMA menyebutkan 8,4, dan akhirnya 9,0. Fokus gempa
Bumi dilaporkan berada di lepas pantai Semenanjung Oshika, pantai timur Tōhoku
pada 11 Maret 2011, pukul 05:46 UTC (14:46 waktu setempat) pada kedalaman 24.4
kilometre (15.2 mil).[9] Laporan Japanese National Police Agency (JNPA)
menyatakan bahwa 15.269 tewas dan 8.526 lainnya hilang di enam prefektur, meski
dikhawatirkan jumlah korban tewas jauh lebih tinggi.
Kekuatan
9,0 menjadikan gempa ini sebagai gempa terbesar yang mengguncang Jepang
sepanjang sejarah dan satu dari empat gempa terbesar di dunia sejak pencatatan
gempa modern dimulai. Gempa ini dianggap sebagai yang terbesar yang mengguncang
Jepang dalam 1.200 tahun terakhir.
Gempa Bumi
Gempa
utama didahului oleh serangkaian gempa awal dengan kekuatan 7,2 MW pada
9 Maret yang terletak 40 kilometer (25 mil) dari zona gempa 11 Maret,
dan diikuti oleh tiga gempa lainnya pada hari yang sama di atas 6 MW. Satu
menit sebelum gempa, Peringatan Awal Gempa Bumi yang terhubung dengan sekitar
1.000 seismometer di Jepang mengirimkan peringatan di televisi mengenai gempa
selanjutnya kepada jutaan orang. Hal ini diduga telah menyelamatkan banyak
jiwa.
Gempa
terjadi di sebelah barat Samudera Pasifik, 130 kilometer (81 mil) di timur
Sendai, Honshu, Jepang. Episenternya terletak 373 kilometer (232 mil) dari
Tokyo, menurut United States Geological Survey (USGS). Beberapa gempa susulan
dilaporkan setelah gempa awal sebesar M8,9 pukul 14:46 waktu setempat. Gempa
susulan sebesar 7,0 terjadi pukul 15:06 waktu setempat, M7,4 pukul 15:15 waktu
setempat dan M7,2 pukul 15:26 waktu setempat. Lebih dari seratus gempa susulan
berkekuatan 4,5 atau lebih besar terjadi sejak gempa pertama.
Awalnya
dilaporkan berkekuatan 7,9 oleh USGS, magnitudo gempa langsung dinaikkan hingga
8,8 dan 8,9 , dan akhirnya 9,0 atau 9,1. Gempa ini terjadi di Palung Jepang,
tempat subduksi Lempeng Pasifik di bawah Lempeng Amerika Utara. Gempa sebesar
ini biasanya memiliki retakan sepanjang 480 kilometer (300 mil) dan
memerlukan jalur patahan yang relatif lurus. Karena pinggiran lempeng dan zona
subduksi di kawasan ini tidak terlalu lurus, gempa di daerah ini dapat mencapai
8 hingga 8,5, dan magnitudo gempa ini mengejutkan bagi sejumlah seismolog. Kawasan
hiposenter gempa ini memanjang dari lepas pantai Prefektur Iwate hingga
Ibaraki. Badan Meteorologi Jepang mengatakan bahwa gempa ini mungkin meretakkan
zona patahan dari Iwate hingga Ibaraki dengan panjang 400 kilometer
(250 mil) dan lebar 200 kilometer (120 mil).[22] Diduga bahwa gempa
ini memiliki mekanisme yang sama seperti gempa besar lain tahun 869 yang juga
mengakibatkan tsunami besar.
Gempa
ini menempati tingkat maksimum 7 pada skala intensitas seismik Badan
Meteorologi Jepang di Kurihara, Prefektur Miyagi. Tiga prefektur
lain—Fukushima, Ibaraki dan Tochigi—mencatat tingkat 6 atas pada skala JMA.
Stasiun seismik di Iwate, Gunma, Saitama dan Prefektur Chiba mencatat tingkat 6
bawah di kawasan itu dan tingkat 5 atas di Tokyo.
Sebuah
gempa berkekuatan 6,7 menurut JMA terjad pukul 18:59 UTC< 11 Maret (03:59,
12 Maret waktu lokal). Hiposenternya terletak di Prefektur Niigata pada
kedalaman 10 kilometer (6.2 mil). Gempa ini tercatat pada tingkat 6 atas
menurut skala intensitas JMA di Prefektur Nagano dan 6 bawah di Niigata.
Tsuna
Gempa
ini menimbulkan peringatan tsunami untuk pantai Pasifik Jepang dan sedikitnya
20 negara, termasuk seluruh pantai Pasifik Amerika dari Alaska ke Chili
Peringatan tsunami yang dikeluarkan oleh Jepang adalah yang paling serius dalam
skala peringatannya dengan tinggi gelombang diperkirakan mencapai 10 meter
(33 ft). Menurut kantor berita Kyodo, gelombang tinggi terlihat di Bandar
Udara Sendai pukul 3:55 sore JST yang berada dekat pesisir prefektur Miyagi
dengan gelombang yang mampu memindahkan kendaraan dan membanjiri banyak
bangunan ketika masuk ke daratan. Kantor berita Kyodo melaporkan tsunami
setinggi empat meter (13 ft) menerjang Prefektur Iwate di Jepang.
Gelombang setinggi 0.5-meter (20 in) menerjang pantai utara Jepang.
Laporan menyebutkan bahwa dinding air lebih tinggi dari sejumlah pulau di
Pasifik dan bahaya tsunami memunculkan peringatan untuk hampir seluruh daerah
di Samudra Pasifik.
United
States West Coast and Alaska Tsunami Warning Center mengeluarkan peringatan
tsunami untuk wilayah pesisir California dan Oregon dari Point Conception,
California hingga perbatasan Oregon-Washington. Penduduk di Seaside dan
Astoria, Oregon diberitahu melalui panggilan mundur 911 dan sirene pada jam-jam
pagi untuk mengevakuasi wilayah rendah; sekolah negeri ditutup pada hari itu.
Ketika
tsunami menghantam Guam, dua kapal selam AS ditarik dari penjangkarannya dan
segera ditarik dengan bantuan kabel. Tsunami setinggi 2 meter menghantam
sebagian Hawaii dengan gelombang mencapai 30 meter ke daratan di sisi selatan
Big Island, namun tidak ada kerusakan yang dilaporkan.
Tokyo
Broadcasting System (TBS) dan Japanese National Police Agency telah mengkonfirmasi
15.269 tewas, 5.363 luka dan 8.526 hilang di enam prefektur. Pada pukul 09:30
11 Maret UTC, Google Person Finder, yang sebelumnya digunakan pada gempa Bumi
Haiti, Chili, dan Christchurch, mengumpulkan informasi mengenai korban selamat
dan lokasi mereka saat ini. Dikonfirmasi bahwa dua kereta penumpang dengan
jumlah penumpang yang tidak diketahui menghilang di daerah pantai selama
bencana tsunami. Selain itu, sebuah kapal yang mengangkut 100 orang terbawa
oleh tsunami. Keadaan kapal saat ini belum diketahui.
Infrastruktur
Dampak
dari gempa meliputi kebakaran di sebuah bangunan di Pelabuhan Tokyo dengan
sebagian wilayah pelabuhan banjir, temrasuk pencairan tanah di lapangan parkir
Tokyo Disneyland. Layanan kereta peluru Shinkansen dihentikan di dalam dan luar
Tokyo meski tidak terjadi kecelakaan; Bandar Udara Internasional Narita dan
Bandar Udara Haneda menghentikan operasi setelah gempa, dengan sebagian besar
penerbangan dialihkan ke bandara lain sampai pemberitahuan selanjutnya.
Berbagai jasa kereta api di seluruh Jepang dibatalkan, termasuk JR East yang
menghentikan semua layanan pada hari itu.
Menurut
Tohoku Electric, sekitar 4,4 juta rumah di timur laut Jepang mengalami
pemadaman listrik. Sejumlah pembangkit listrik tenaga nuklir dan konvensional
dimatikan setelah gempa.
a. Kebakaran
di kilang minyak Cosmo Oil di Ichihara
Sebuah kilang minyak
milik Cosmo Oil Company terbakar akibat gempa di Ichihara, Prefektur Chiba di
timur Tokyo.
b. Jaringan
transportasi Jepang juga terkena dampaknya. Banyak bagian jalan ekspres Tohoku
yang melayani wilayah utara Jepang rusak. Sebagian besar layanan kereta
dihentikan di Tokyo dengan 20.000 orang terjebak di stasiun-stasiun besar di
seluruh Tokyo. Beberapa jam setelah gempa, beberapa layanan kereta dilanjutkan.
c. Kebakaran
dilaporkan terjadi di seluruh kota Kesennuma, Jepang.
Pembangkit listrik tenaga nuklir
Sistem
pendingin pembangkit nuklir Fukushima rusak dan beroperasi dengan tenaga
baterai cadangan. Keadaan darurat nuklir telah diumumkan untuk daerah itu oleh
pemerintah Jepang. PLTN Onagawa, Fukushima I, Fukushima II dan Tōkai secara
otomatis padam setelah gempa. PLTN Higashidōri yang juga terletak di pantai
timur laut telah dipadamkan untuk pengecekan rutin.
Instalasi
pemrosesan nuklir Rokkasho dioperasikan melalui generator diesel darurat. Secara
terpisah, sebuah kebakaran terjadi di pembangkit Onagawa. Kebakaran ini terjadi
di bangunan yang berisi turbin dan berada terpisah dari reaktor pembangkit
listrik.
Fukushima
Menurut
Associated Press Jepang telah mengumumkan keadaan darurat setelah kegagalan
sistem pendingin di PLTN Fukushima I. Pejabat mengatakan tidak ada kebocoran
radiasi atau bahan radioaktif. Satu fasilitas di Fukushima mengalami kesalahan
mekanis pada sistem pendingin reaktor setelah dipadamkan dan suplai tenaga
darurat gagal, namun tidak ada kebocoran radiasi. Lewat tengah malam waktu
setempat, dilaporkan bahwa The Tokyo Electric Power Company mempertimbangkan
untuk mengeluarkan gas superpanas dari reaktor ke atmosfer yang dapat
mengakibatkan keluarnya radioaktif. Inti reaktor masih panas sehingga
pendinginan masih diperlukan. Seorang pejabat Japanese Nuclear and Industrial
Safety Agency melaporkan bahwa karena ketiadaan listrik, sistem pendingin
darurat saat ini dioperasikan dengan baterai yang bertahan selama delapan jam.
Enam baterai lain telah diamankan dan pemerintah dapat menggunakan helikopter
militer untuk menerbangkannya. Keadaan darurat telah diumumkan sebagai tindakan
pencegahan. Lebih dari 2.000 penduduk yang menetap pada radius 3-kilometer (1.9 mil)
dari pembangkit listrik nuklir dievakuasi, sementara penduduk yang menetap di
zona 3 to 10 kilometer (1.9 to 6.2 mil) diminta untuk mengungsi. Pejabat
Jepang telah mengumumkan keinginan mereka untuk mengeluarkan gas "sedikit
radioaktif" untuk menyeimbangkan tekanan di dalam reaktor.
Tragedi Tsunami Aceh
Peristiwa
yang sangat memilukan terjadi di bumi serambi Mekkah Aceh. Gempa bumi dan
Tsunami Aceh pada hari Minggu pagi, 26 Desember 2004. Kurang lebih 500.000
nyawa melayang dalam sekejab di seluruh tepian dunia yang berbatasan langsung
dengan samudra Hindia. Di daerah Aceh merupakan korban jiwa terbesar di dunia
dan ribuan banguan hancur lebur, ribuan pula mayat hilang dan tidak di temukan
dan ribuan pula mayat yang di kuburkan secara masal.
Gempa
terjadi pada waktu tepatnya jam 7:58:53 WIB. Pusat gempa terletak pada bujur
3.316° N 95.854° E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer.
Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa
Bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh,
Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka,
bahkan sampai Pantai Timur Afrika.
Kepanikan
ini terjadi dalam durasi yang tercatat paling lama dalam sejarah kegempaan
bumi, yaitu sekitar 500-600 detik (sekitar 10 menit). Beberapa pakar gempa
mengatakan menganalogikan kekuatan gempa ini, mampu membuat seluruh bola Bumi
bergetar dengan amplitude getaran diatas 1 cm. Gempa yang berpusat di tengah
samudera Indonesia ini, juga memicu beberapa gempa bumi diberbagai tempat
didunia.
Gempa
yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8 negara.
Ombak tsunami setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan kematian terbesar
sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan negara
dengan jumlah kematian terbesar. Kekuatan gempa pada awalnya dilaporkan
mencapai magnitude 9.0. Pada Februari 2005 dilaporkan gempa berkekuatan
magnitude 9.3.
Meskipun
Pacific Tsunami Warning Center telah menyetujui angka tersebut. Namun, United
States Geological Survey menetapkan magnitude 9.2. atau bila menggunakan satuan
seismik momen (Mw) sebesar 9.3.
Kecepatan
rupture diperkirakan sebesar 2.5km/detik ke arah antara utara - barat laut
dengan panjang antara 1200 hingga 1300 km. Menurut Koordinator Bantuan Darurat
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai
tsunami di 13 negara (hingga minggu 2/1/2005) mencapai 127.672 orang. Namun
jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang
sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000
orang. PBB memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di
Indonesia. Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena
masih banyak daerah yang terisolir.
Sementara
itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera
Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan
menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak
168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per
Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang,
diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh.
Menurut
U.S. Geological Survey korban tewas mencapai 283.100, 14.000 orang hilang dan
1,126,900 kehilangan tempat tinggal. Menurut PBB, korban 229.826 orang hilang
dan 186.983 tewas. Tsunami Samudra Hindia menjadi gempa dan Tsunami terburuk 10
tahun terakhir.
Di
Indonesia, gempa dan tsunami menelan lebih dari 126.000 korban jiwa. Puluhan
gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung
Sumatera. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami.
Tetapi, kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam pantai barat
Aceh.
Pemerintahan
daerah Aceh lumpuh total, saat terjadi gempa bumi dan Tsunami Aceh, kebetulan
di Jakarta sendiri sedang di adakan acara Halal Bi Halal masyarakat Aceh pasca
menyambut lebaran Idul Fitri. Gempa Bumi yang terjadi pada jam 08:00 WIB dengan
9 Skala Richter Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa Bumi dahsyat di Samudra
Hindia, lepas pantai barat Aceh. Tepat jam 09:00 WIB satu persatu masyarakat
Aceh yang hadir di Istora Jakarta panik karena hubungan telepon seluler ke Aceh
putus total, mata mereka pada berkaca-kaca.
BAB
III
KESIMPULAN
Kedahsyatan
gempa dan tsunami yang melanda Jepang tersebut sampai telah merenggut 2000
jiwa, Kejadian Gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang ini mengingatkan kepada
kejadian yang sama yang terjadi di Aceh, gempa yang terjadi skalanya hampir
sama dan kedahsyatan tsunaminya juga tidak jauh berbeda, jumlah manusia yang
menjadi korban jauh berbeda. Korban 2000 jiwa yang terjadi di Jepang adalah
angka kematian yang luar biasa untuk sebuah bencana yang membuat siapapun yang
mengetahuinya layak berduka. Tapi kalau dibandingkan dengan jumlah korban di
Aceh yang mencapai angka 200.000 jiwa lebih, jumlah kematian terbesar akibat
bencana sepanjang sejarah umat manusia, sejak manusia mengenal baca tulis,
dahsyatnya angka kematian sebesar 2000 jiwa itu, jadi terlihat tidak ada
apa-apanya jika bandingkan dengan Aceh, secara jumlah dan kepadatan penduduk,
Jepang jelas lebih tinggi. Akibat tsunami,Aceh yang berpenduduk 4,2 juta jiwa
kehilangan 5% warganya, bayangkan kalau Jepang yang berpenduduk 127.560.000
jiwa kehilangan penduduk dengan skala sebesar ini, setidaknya ada 6.500.000
jiwa yang akan meregang nyawa. dibandingkan Aceh, Jepang memang jauh lebih siap
menghadapi gempa dan tsunami, sebab Jepang memang sangat sadar mereka hidup di
tempat yang memang sangat rawan gempa dan tsunami. Untuk itu mereka memanfaatkan
segala daya upaya, baik itu melatih kebiasaan warga, sampai menciptakan
berbagai teknologi yang bisa meminimalisir dampak bencana semacam ini.
Contohnya
bagaimana gempa paling dahsyat dalam kurun waktu 140 tahun terakhir di Jepang
itu tidak membuat gedung- gedung pencakar langit di negara itu, baik itu di
Tokyo ataupun di kota-kota lain roboh secara signifikan. Bandingkan dengan
gempa tahun 2006 yang meluluh lantakkan Jogja dan sekitarnya, padahal skalanya
'cuma' 5,9 skala richter jauh lebih kecil daripada gempa 8,9 skala richter yang
terjadi di Jepang ini, yang skalanya sudah mendekati gempa yang memicu
terjadinya tsunami di Aceh. Atau bandingkan pula dengan gempa yang berkekuatan
7,0 skala Richter yang memporakporandakan Haiti, Januari 2010 silam.
Di
samping teknologi bangunan yang tahan gempa, Jepang juga tidak alpa menyiapkan
mental rakyatnya dalam menghadapi bencana gempa. Warga Jepang telah terlatih
menghadapi gempa. Meski guncangan gempa begitu hebat, warganya sambil memakai
helm berbaris rapi dan tertib, tidak panik, tidak berdesak-desakan keluar dari
gedung. Sadar bahwa negaranya selalu diguncang gempa, Pemerintah Jepang selalu
memberikan pelatihan rutin bagi warga dalam menghadapi bencana itu.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus